Korban Pemerkosaan Mengalami Orgasme: Kenikmatan Ataukah Tidak?
Kenikmatan Korban Perkosaan Menjadi Pertanyaan Para Penyidik |
Meskipun lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut patut dilakukan untuk membuktikan apakah korban benar-benar korban kekerasan seksual (diperkosa) atau tidak, dengan diksi dan bahasa operasional yang digunakan oleh para penyidik untuk bertanya kepada para korban dalam proses pemeriksaan untuk mencari tahu ada atu tidaknya persetujuan saat melakukan hubungan badan antara pemerkosa dan korban perkosaan. Karena itu tidak ada maksud reviktimisasi terhadap pelapor/korban permerkosaan.
BACA JUGA : ALASAN KENAPA ANDA HARUS LEBIH SERING BERCINTA
Korban pemerkosaan kenapa kok bisa sampai orgasme kalau tidak nikmat?
Kenikmatan Korban Perkosaan Menjadi Pertanyaan Para Penyidik |
Akibat pernyataannya itulah, nama Daming mencuat dan menuai banyak hujatan dari masyarakatan. Pernyataan pria kelahiran Bulukumba ini dianggap insensitif, mendorong tindak pemerkosaan dan peringanan hukuman terhadap pelaku pemerkosaan di bawah payung alasan, "Kalau memang nggak menikmati, kenapa kok bisa sampai orgasme?"
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana para penyidik menilai kata nikmat tersebut? Apakah parameter yang mereka gunakan? Tidak pernah dijelaskan hingga detail, bagi mereka jawaban atas pertanyaan tersebut adalah informasi yang berharga yang mereka buthukan untuk kebutuhan penyelidikan.
Bukan hanya Daming Sunusi saja yang beranggapan bahwa pelaporan tindak pemerkosaan itu meragukan jika kedua orang yang terlibat di dalamnya mengalami orgasme. Masih banyak orang yang berpendapat secara naif bahwa yang namanya pemerkosaan itu "seharusnya" tidak disertai orgasme karena orgasme diasosiasikan sebagai bentuk perwujudan persetujuan dan kenikmatan secara fisik maupun mental.
BACA JUGA : TRIK MERANGSANG DAN BAGIAN TUBUH YANG PERLU DISENTUH AGAR WANITA MELAYANG
Dalam beberapa artikel tertulis bahwa pemerkosaan tidak selalu dilakukan dengan kekerasan. Beberapa survivor "menyerahkan" dirinya pada pelaku untuk melindungi dirinya sendiri atau orang yang mereka cintai (mengorbankan diri demi anak, misalnya). Pada banyak kasus, pemerkosaan terjadi saat korban dalam posisi tak berdaya, misalnya dalam pengaruh obat-obatan, minuman keras atau lemah secara mental.
Sebuah laporan medis menyebutkan bahwa sekitar lima persen korban pemerkosaan mengalami lubrikasi dan orgasme. Ya, mereka mengalami kepuasan seksual saat diperkosa. Bahkan, secara anonymousbanyak korban pemerkosaan yang mengaku mereka mengalami multiple orgasm dan hal ini sangat mengganggu mereka seumur hidup.
BACA JUGA : ALASAN MENGAPA POSISI DI ATAS BUAT WANITA MELAYANG
Consent (persetujuan) korban pemerkosaan
Kenikmatan Korban Perkosaan Menjadi Pertanyaan Para Penyidik |
Sekalipun suami-istri yang sudah sah secara hukum negara dan agama, consent adalah hal yang semestinya dijunjung tinggi. Karena tanpa adanya consent atau persetujuan dari kedua belah pihak, hubungan seksual hanyalah merupakan pemaksaan dan kesakitan, secara psikis dan fisik.
Orgasme, reaksi biologis tubuh manusia terhadap rangsangan seksual
Kenikmatan Korban Perkosaan Menjadi Pertanyaan Para Penyidik |
Orgasme yang terjadi pada kasus pemerkosaan bukanlah ekspresi kepuasan sang korban. Bukan pula tanda bahwa korban menikmati dan bukanlah hal yang diinginkan oleh sang korban, melainkan murni respon tubuh secara biologis menanggapi rangsangan dan stimulasi. Layaknya kita bersin saat debu masuk ke hidung, mengeluarkan keringat saat udara panas atau kegelian saat digelitik. Sesuatu yang tak bisa dikendalikan.
Kepuasan seksual terjadi dalam dua kondisi, yaitu kondisi kejiwaan dan kondisi fisik. Pada hubungan seksual yang dilakukan dengan kesadaran dan consent penuh, kepuasan terjadi pada kedua kondisi tersebut. Namun, pada kasus pemerkosaan, korban hanya mengalami kepuasan seksual secara fisik. Para korban merasakan nikmat secara fisik, tetapi tidak secara mental bahkan mungkin merasa jijik.
BACA JUGA : TUBUH MENUNJUKAN KONDISI KESEHATAN TUBUH YANG SEBENARNYA MELALUI KULIT WAJAHMU
Lubrikasi, bentuk perlindungan diri korban pemerkosaan
Kenikmatan Korban Perkosaan Menjadi Pertanyaan Para Penyidik |
Sederhana saja, tubuh manusia atau tubuh korban mencoba untuk melindungi dan menjaga dari kemungkinan rasa sakit yang terjadi akibat pemaksaan.
Melihat kenikmatan seksual yang dirasakan korban pemerkosaan sebagai hal yang relevan dengan consent adalah hal yang sangat dangkal dan tidak masuk akal. Apalagi jika hal ini dijadikan 'pembenaran' dan pemakluman terhadap pelaku pemerkosaan untuk bisa lepas dari jeratan hukum dan tanggungjawab moralnya.
Kenikmatan seksual secara fisik saja tetapi secara mental menolaknya, tak bisa dikatakan kepuasan yang utuh. Layaknya hubungan seksual suami-istri atau pasangan yang dilakukan berlandaskan cinta dan consent.
Terdapat banyak sekali perspektif soal kasus pemerkosaan yang harus anda sadari dan luruskan. Pemerkosaan tidak selalu dengan kekerasan. Korban pemerkosaan tak selalu perempuan, ada juga laki-laki yang menjadi korbannya. Pelaku pemerkosaan pun bisa saja perempuan. Pemerkosaan tak selalu terjadi karena pakaian atau gestur tubuh yang mengundang.
Setelah membaca artikel ini, bagaimana pendapat anda? Bagaimana pandangan anda terhadap kasus pemerkosaan? Apakah memang pelaku harus dibebaskan jika korban mengalami orgasme? Sudah saatnya anda mengubah cara pandang dan tidak naif menjatuhkan kesalahan dan penghakiman kepada mereka yang merasakan pemerkosaan ini. Semoga menjadi informasi yang bermanfaat untuk kita semua.
BACA JUGA : CARA YANG PASTI BIKIN WANITA ORGASME TANPA BERHUBUNGAN SEKS
No comments